Rabu, 22 Desember 2010

Kisah mutaba'ah Sahabat Rasulullah saw dg metode kerikil

Pada suatu hari ada seorang sahabat yang di tempat persinggahannya terdapat 2 ruangan kosong. Beliau sengaja mengosongkan kedua ruangan yang berdampingan tersebut untuk dilemparkan sesuatu. Tahukah teman2 apa yang dilakukan sahabat tersebut dengan kedua ruangan kosong tersebut??

Beliau selalu memuhasabah apa yang telah diperbuatnya dalam sehari. Ketika beliau menemukan perbuatan baik yang telah diperbuat, beliau melemparkan sebuah kerikil ke ruangan kosong bagian kanan. Dan ketika beliau menemukan perbuatan buruk, beliau melemparkan kerikil ke ruangan kosong bagian kiri. Begitulah terus menerus beliau lakukan hingga setahun terlewati.. Dan di pergantian tahun, beliau berniat mengamati hasil dari lemparan kerikilnya di setiap ruangan (kanan dan kiri). Beliaupun membuka kedua pintu ruangan tersebut dan tampak kerikil di ruangan sebelah kiri berhamburan hingga melewati batas pintu. Sedangkan yang sebelah kanan tidak melewati batas pintu.. Tanpa menghitung satu persatu pun sudah tampak jelas kerikil di ruangan sebelah kiri lebih banyak dibandingkan sebelah kanan. Reflek beliau berlari menghadap Rasulullah saw dan menceritakan apa yang telah beliau lakukan selama ini. Beliau pun mengungkapkan penyesalannya dan berharap agar di waktu yang akan datang isi kerikil dalam 2 ruangan itu dapat seimbang dan selanjutnya ruangan sebelah kanan dapat lebih banyak kerikilnya..
Dari secuil kisah tersebut di atas kita dapat mengetahui apa itu mutaba'ah. Mutaba'ah adalah pemantau yang berarti di dalamnya kita dapat memantau seberapa jauh amalan kita dalam hal yang baik maupun buruk. Jadi, kita dapat selalu introspeksi diri kita dan dapat lebih mengenal diri kita. Dengan mutaba'ah ini, kita dapat menghitung amalan-amalan kita sebelum nantinya kita dihisab dengan timbangan akhirat yang tentunya akan sangat rinci. Karena kebaikan atau keburukan sebesar zarah saja akan kita dapatkan balasannya. Berikut sebuah hadits yang menyangkut tentang mutaba'ah :

Amr bin Salamah bin Al-Harits bercerita bahwa sahabat Abu Musa Al-Asy’ari berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Wahai Abu Abdirrahman sesungguhnya baru saja saya melihat di masjid suatu perkara yang saya ingkari dan saya tidak berprasangka -alhamdulillah- kecuali kebaikan”. Beliau berkata, “Apa perkara itu?”. Dia menjawab, “Kalau engkau masih hidup maka engkau akan melihatnya. Saya melihat di masjid ada sekelompok orang duduk-duduk dalam beberapa halaqoh (majelis) sambil menunggu shalat. Di setiap halaqoh ada seorang lelaki (yang memimpin) -sementara di tangan mereka ada batu-batu kecil-. Lalu orang (pimpinan) itu berkata, “Bertakbirlah kalian sebanyak 100 kali”, merekapun bertakbir 100 kali. Orang itu berkata lagi, “Bertahlillah kalian sebanyak 100 kali”, merekapun bertahlil 100 kali. Orang itu berkata lagi, “Bertasbihlah kalian sebanyak 100 kali”, merekapun bertasbih 100 kali!! Maka beliau berkata, “Apa yang engkau katakan kepada mereka?”. Dia (Abu Musa) menjawab, “Saya tidak mengatakan sesuatu apapun kepada mereka karena menunggu pendapat dan perintahmu”. Maka beliau berkata, “Tidakkah engkau perintahkan kepada mereka agar mereka menghitung kejelekan-kejelekan mereka dan kamu beri jaminan kepada mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan ada yang sia-sia?!”. Kemudian beliau pergi dan kami pun pergi bersamanya sampai beliau mendatangi satu halaqoh di antara halaqoh-halaqoh tadi lalu beliau berdiri di depan mereka dan berkata, “Perbuatan apa ini, yang saya melihat kalian melakukannya?!”. Mereka menjawab, “Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil-kerikil yang kami (pakai) menghitung takbir, tahlil, dan tasbih dengannya”. Maka beliau berkata, “Hitunglah kejelekan-kejelekan kalian dan saya jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan sia-sia. Betapa kasihannya kalian wahai ummat Muhammad, begitu cepatnya kehancuran kalian. Ini, mereka para sahabat Nabi kalian -Shallallahu alaihi wasallam- masih banyak bertebaran. Ini pakaian beliau (Nabi -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-) belum usang, dan bejana-bejana beliau belum pecah. Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kalian betul-betul berada di atas suatu agama yang lebih berpetunjuk daripada agama Muhammad ataukah kalian sedang membuka pintu kesesatan?!”. Mereka berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, demi Allah kami tidak menginginkan kecuali kebaikan”. Beliaupun berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan akan tetapi dia tidak mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah menceritakan kepada kami tentang suatu kaum, mereka membaca Al-Qur`an akan tetapi (bacaan mereka) tidak melampaui tenggorokan mereka. Demi Allah, saya tidak tahu barangkali kebanyakan mereka adalah dari kalian”. Kemudian beliau meninggalkan mereka. Amr bin Salamah berkata, “Kami telah melihat kebanyakan orang-orang di halaqoh itu adalah orang-orang yang menyerang kami bersama Khawarij pada perang Nahrawan.” (HR. Ad-Darimi dalam As-Sunan no. 204 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2005)

Jika zaman dahulu sahabat Nabi menggunakan kerikil, bukan berarti kita mutaba'ah dengan menggunakan kerikil pula (ngotor2in kamar)hehe. Di era modern ini sudah banyak fasilitas modern yang dapat kita gunakan untuk memutaba'ah amalan2 kita. Sederhananya, kita dapat mengunakan secarik kertas yang berisi jenis2 amalan dan memberikan tabel kosong untuk kita isi jika telah melakukan amalan tersebut. Dan kita dapat menempelkannya di tembok kamar kita agar tidak terlupa serta dapat memotivasi diri kita untuk melakukannya. Wallahua'alam bis shawwab..

Demikianlah kisah sahabat Nabi yang saya dapatkan dari seorang murabbi. Semoga dapat menjadi tambahan ilmu bagi kita, mengamalkannya, dan dapat kita salurkan kepada orang-orang sekitar kita. Jika ada yang ingin berkomentar, silahkan mengisi kolom komentar di bawah ini. Jazakumullah khairan katsiran..

5 komentar: