-Bismillaahirrahmaanirrahiim-
Keinginan untuk pergi keluar negri mulai muncul sejak saya duduk di bangku SD. Saat itu ada guru yang menjelaskan tentang Negara Singapore yang dibilang negara paling bersih di dunia karena orang yang membuang sampah sembarangan disana akan dikenai denda 6 juta. Keinginan saya pun untuk ke Singapore mulai muncul disinyalir dari kehidupan di Indonesia yang dimana-mana selalu ada sampah berserakan seakan-akan masih belum percaya ada negara bebas sampah di dunia.
Namun, bahasan utama bukanlah itu. semakin bertambahnya
waktu, ilmu tentang umrah dan haji pun mulai diberikan. Tentang ka’bah sebagai
pusat kiblat para umat islam, tentang kelebihan-kelebihan beribadah di Masjidil
Haram, dll. Keinginan yang sangat untuk bisa ke Baitullah baru mulai tumbuh
saat saya SMA. Disisi lain, revolusi untuk bisa istiqomah menutup aurat pun
ikut membersamai. Sejak itu, begitu banyak keinginan untuk ke luar negri
apalagi rencana untuk melanjutkan studi di universitas sudah perlu dipikirkan. Dan
ternyata memang saya dapat universitas luar negri, swasta :D hehe.
Perkataan yang saya nyatakan, tulisan yang saya torehkan, selalu ada keinginan untuk dapat
keliling dunia terutama yang sedari kecil sudah membuat saya penasaran yaitu
Singapore. Namun, di setiap perkataan saya, di setiap tulisan yang tertoreh,
hati ini selalu ada yang ikut berceloteh. Ketika saya berkata ingin ke
Singapore, hatipun berceloteh “Tapi sebelumnya ingin ke Baitullah dulu”. Ketika
saya berkata ingin ke swiss dimana tempat penghasil keju yang saya suka,
hatipun berceloteh “Tapi sebelumnya ingin ke Baitullah dulu”. Ketika saya ingin
ke paris dimana tempat karya-karya arsitektur ternama, hatipun berceloteh “Tapi
sebelumnya ingin ke Baitullah dulu”. Dan begitulah seterusnya seakan-akan telah
menjadi sebuah reflek ketika begitu banyak keinginan untuk keluar negri, hatipun selalu berceloteh “Tapi sebelumnya
ingin ke Baitullah dulu”. Rasanya, ada keraguan untuk bisa keluar negri sebelum
mengunjungi Baitullah.
Alhamdulillah ternyata Allah Maha Mendengar walau hanya
celotehan hati. Paspor pertama saya menuju ke Baitullah, Subhanallahi
Walhamdulillah Wa laailaahailallahu Allaahuakbar..
Sebelumnya, saya pun pernah mendapati kebesaranNYA pada
orang lain. Ada seorang wanita yang ketika ditanya “Kapan menikah?”, dia
menjawab “insyaAllah setelah apoteker”. Begitulah jawabannya setiap ada
pertanyaan tersebut. Disaat sebelum menjadi apoteker ternyata ada yang
melamarnya, diterima, namun ternyata di tengah jalan ada kendala yg
mengharuskan pembatalan pernikahannya. Waktu demi waktu, ternyata wanita
tersebut menikah juga. Ya, setelah dia mendapat gelar apoteker :D. Mungkin jika
ada yang ditanya “Kapan target hafal Al-qur’an?” jawabannya “Sebelum menikah”,
bisa jadi Allah belum mengijinkan sebuah pernikahan sebelum usai menghafal
Al-qur’an. Mungkin jika ada yang ditanya “Kapan mau menikah?” jawabannya “umur
25 tahun”, bisa jadi Allah baru mendatangkan jodoh dan kemantapan setelah umur
25 tahun. Beberapa perumpamaan tersebut adalah pertanyaan dan jawaban yang
sering saya dapati.
Allah itu Maha Mendengar celotehan hati hambaNYA, apalagi
perkataan yang terucap. Disinilah peran barakahnya “Diam itu Emas” untuk bisa
berpikir dulu sebelum berkata.
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (QS. Thaahaa : 7)